Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2016

Percaya (Malang, 2004)

Aku percaya surga Aku percaya neraka Aku menunggu akhir mimpi buruk Aku menunggu sesuatu membunuhku Aku menunggu darahku menghitam Aku menunggu kejenuhan di titik akhir

Altercate (Malang, 18/ 23 Apr 2002)

1) Seperti kupu-kupu kuning di masa kecilku yang indah dan asyik dan seringkali sendu Lalu mengapa masih berlanjut dan tertawa lagi? Tuhan telah menciptakan aku sedemikian rupa Apa yang terbayang di benak-Nya ketika Ia memahat dagingku dan menyerabutkan darahku  di sepanjang pembuluh yang menganak sungai seolah tubuhku membenua? Kembali lagi pada persoalan dahulu kala Kembali lagi pada pertanyaan-pertanyaan serupa 2) Mulai membaca Kubiarkan lumpur-lumpur menyelimuti rerumputannya Kita semakin tenggelam pada hal-hal yang tak akan jadi kenyataan Aku tak selamanya seperti ini Tak tanpa akhir bermulut tahi kucing berkepala busuk

Kembang Sirih (Malang, Juli 2003/ Desember 2004)

1) Sore itu usai terik menyemai atmosfer Nusantara Di parit abad Kemangi -----  bocah bego dengan rambut amis termangu Hatinya yang kalap makin gosong Berhari lalu Usai talam jadah tersuguh dalam kubangan merah-putih: Ada bibir berkretek Ada wajah penuh rajah tato  "People Power" ----- Prajurit rakyat budak negara ----- Kemangi mendem. Barangkali inilah barisan malaikat  pemilik sayap-sayap kebenaran, itu Dalam linglung seperti gema: "Benar. Merekalah hakim-hakim  dan penyelamat bangsamu." Kemangi menggigit jempol dan bersumpah setia 2) Sekejap berlari Kian nyata busuknya makin merebak Mereka hanyalah manusia biasa berhati hitam!

Aruz (Malang, 2002)

Mulai bangkit dan menyeruduk banteng-banteng merah nan capek Adalah apa yang disebut oleh jaman sebagai generasi Beberapa depa ke muka Negeri ini akan tamat meninggalkan seonggok klethong  berjuluk sejarah Sama mirisnya melihat mimpi-mimpi kita dipecundangi di bawah merah-putih Wiji tukul yang (barangkali) tak akan pernah kembali Marsinah yang rahimnya disobek-sobek Bahkan dalam kubur pun mereka akan terus berteriak

Geming (Malang)

Bahkan bungkus lemper tak lagi daun pisang: tapi plastik bewarna hijau. Apa yang terjadi pada jaman kita? Dan ketoprak berbahasa Indonesia Dan gitar listrik bertingkah di kancah karawitan Demi responsifitas Elok?

Kontra (Malang, 24 Okt 2012)

Kontradiksi: Antara nasionalisme dan internasionalisme dalam tubuh idea kiri selalu jadi bahan berfikir. Dia si Kejawen-Marhaenis selalu mencela sifat internasionalisme dari (Pan) Islam. Sementara bukankah marhaenisme sendiri adalah komunisme yang di-Indonesiakan? Apakah kiri rasa Jawa-Indonesia menolak sifat internasional dalam diri sendiri?

Random (Malang, 17 Sep 2010)

Kadang aku berkeinginan: bisa melukis atau memusik. Sepertinya bahasa gambar dan bunyi lebih tak terbatas berdamping bahasa literal. Ada rasa-rasa dan emosi   yang tak bisa diterjemahkan dengan kata-kata.

Bad Bed

Aku pelupa Beberapa kali bangun tidur dan keadaan kamar sudah tak sama Tube scrub yang tergunting Beberapa barang berpindah tempat Siapa pelakunya? Aku? Mungkin. Saat tidur? Pintu kamar tak pernah kukunci Agar ibuku bisa membangunkan saat aku tindihan, yang sering. Mimpi buruk Ibuku bilang karena aku tak pernah berdoa sebelum tidur Kadang aku mendengar suara-suara yang tidak didengar ibuku Suara-suara nyata dan keras Pendengaranku sedikit tidak beres, memang iya. Tapi dalam artian sudo rungo Bukan keluwihan rungo Haha "Nov. Semalam kamu tindihan ya?" "Nggak," "Iya. Dua kali," Aku tidak ingat. "Aku bilang apa (saja?)" "Tidaak. Kamu tidak bilang apa-apa. Cuma berteriak," Aku tidak percaya. "Mau kubangunin kamu sudah diam lagi," Ibuku tidak melihat padaku. Jadi apa yang kukatakan semalam ya? Semoga bukan kata-kata yang menyakitkan ibuku ya Haha

Nitemare (Malang, September 2016)

Jadi. Godam menghantam telingaku Semua gelap Mimpi? Tidak Aku tidak yakin ini mimpi Aku melihat jalanan yang sepi Oke Sebenarnya apa yang kulihat? Enyahlah rasa takut! Aku melafalkan Illahi Aku minta pertolongan Aku menjerit histeris Aku terbangun

Sehari Kembali (Malang, 27 Juli 2010)

Biasanya pagi-pagi sekali Lik Bidin sudah membangunkan kawan-kawan dengan dangdut koplo atau campur sarinya yang semarak dan menggelegar. Tapi ini sepi. Apa gara-gara ancaman The Brandals saya? Atau karena masih bingung oleh kerana adu argumen tak jelas maksudnya apa dengan Lik Imam? Atau... Mungkin sedang lelaku.

Sehari (Malang, 26 Juli 2010)

Sudah buka Terlalu kenyang hingga ingin muntah Bersendawa Bersendawa lagi Jadi... bagaimana hari ini? Yang baru saja mengajukan lamaran dosen Yang sedang ikhtiar cinta Yang bersastra Jawa Yang sedang aneh Yang pacarnya sakit Semoga hari ini ditutup dengan kebaikan Selamat menikmati sisa hari

Cabar (Malang, Akhir 2008)

Dia wajah tanpa warna Dia bayangan tanpa raga Dia patung kayu Darah mendesak-desak dalam tubuh ----- ingin menghambur. Akan bahagia bila bisa Mencoba menulis kaligrafi dengan lubang nadi Ada awan hitam di atas kepala Ada hujan mengguyur punggung Ada pelangi hitam tempat terbuai Denting mangkuk menenggelamkan Ada bara dalam dada ----- siap menelan. Dia benci Dia mengutuki dini hari Mengutuki hari-hari pertama Bersujud di menit dia mati Menyesal melihat dunia

2016 (Malang, 01 Januari 2016)

Teriring ledakan-ledakan mercon.. Kuhamburkan remah-remah kenangan untuk kemudian kusakui kembali Menatap camar-camar imajiner di dinding kamar...   Bass headset menggembung empuk di gendang telinga

Bing! (Malang, 2006)

Di ujung celana jeans aku melihat aspal dan jalanan tiada akhir Akan kubuat telingaku setuli mungkin Apa aku harus begini sampai kelak? Sampai tua? Aku: Hanya ada musik, dada sakit, dan perut perih. Hanya ada suara-suara dan film masa lalu di kepala Kenapa aku harus melewati itu semua ya? Aku: Hanya bisa melarikan diri  pada kegelapan pada keheningan pada kopi Betapa damainya Betapa entengnya Betapa aku lepas dari semuanya Seandainya Seandainya

Nar! (Malang, 2006)

Berjongkok di atas batu membara Matahari di atas kepala Aku penuh keliru ya? Aku menciptakan keliru ya? Aku berjalan di atas rawa Terbang membelah langit dunia Aku menuang hujan di atas potret-potret Aku melukis masa depan dan embun-embun Aku memukul-mukul gong dan membakar jalanan Aku bersujud pada sinar Tuhan Aku menari bersama gema Tuhan

Ngotot (Malang, 2006)

Aku memang rewel Ada lubang-lubang di hatiku Aku tak bisa berpura-pura segalanya sudah OKE - Based on Staying Oke the book Sedih dan marah itu akan terus melekat seperti cacing Aku tak bisa membuang api dan air mata itu selamanya

Aku Akan (Malang, 2006)

Aku akan memakan pagi dan membuatnya jadi remah-remah Aku akan memakan api dan membuatnya jadi arang Aku akan memanggang otakku dan membuatnya jadi sehitam empedu

Tujuh (Malang, 25 November 2005)

Aku menyelamatkan dua sembilu dan membunuhnya Aku menyelamatkan dua sayap dan membunuhnya Aku memberi selimut dan memasukkan mereka ke dalam kaca Mereka mati, tenggelam di balik salju Meninggalkan wajah dan seserat senyum Mata-mata bersinar untukku Aku pembunuh Aku pembunuh Cukup Aku bodoh Aku bodoh

Musha (Malang, KTD 14 Mei 2002)

Hasat. Kamu menatapku dengan berjuta tanda tanya dan otak yang merah Pojok kepalamu kau taruh mana? Bakar dam-dam itu! Olesi bibirku dengan zaitun dan mawar Apakah aku kenapa aku menulis ini? Kulit kepalaku memanas habis Aku sedang tidak tenang Dadaku berbuku-buku

Terawang (Malang)

Daun-daun hijau kusam Langit biru muda namun gelap Sinar memberkas-berkas di tembok semen Bayang-bayang pohon kelapa gading meraja

Kebas (Malang)

Hari ini aku bangun dengan tubuh penat Mengingat semalam purnama batal menghampiri aku Terlalu banyak berharap Huah!

Bain (Malang, 19 Juli 1999)

Di atas sana Langit petang menjelang Coba hadir di hati dan jiwa yang sedang bisu Kulangkahkan kaki dalam tak nyatanya Merindukan bisiknya yang selalu menemaniku

Bumbung (Malang, Juli 1999)

Membumbung dalam kungkungan seribu kasa mimpi Semantik itu bagai tusukan yang pedih Membuatku kembali terperah Aku tak mengerti Mengapa harus terulang lagi

Rengkuh Lagi (Malang, Juli 1999)

Seandainya bisa Aku mengumpulkan mimpi-mimpi dan meraupnya kala aku terjaga tanpa harus aku tidur lagi Aku harus selalu mengeluh tatkala gelapnya malam mulai pudar: tersublim sinar matahari yang kesiangan Dalam kebisingan Hatiku teriak marah Aku mulai jenuh!

If (Malang, Jum’at 07 Mei 1999)

Kalau aku adalah... Dan aku adalah... Lantas kau berseru nyaring Tapi aku tak mendengar Dan aku cuma senyum Tapi aku tak mengerti: aku senyum untuk apa Kau girang Kau pikir aku mengerti Sayang sekali...

Literatur Kolot Makna (Malang, Sabtu pagi 29 April 1999)

Aku seperti orang gila Otakku kacau Aku terus menerus berpikir tentang hal-hal yang tak kumengerti Mengguncang kerah sendiri Drama monolog dengan penyair linglung Maaf Aku sendirian di sini Pagi sungguh dingin 1000 jarum es menusuki tulang Aku bingung Memikirkan ketololanku Dan tentang semuanya Dan aku tak tahu Benar-benar tak tahu

Semai (03 Maret 2005)

Aku melihat diriku berjalan di ujung telaga Dengan kaki merah penuh batu Aku melihat diriku berjongkok di tepian awan Tersenyum lebar melihat selubung arsenic/ oranye mengikat atmosfir Duniaku seperti bola mimpi saja Sepi Senyap Tapi benakku jadi penuh daffodil Udara tanpa aroma

When (Malang, 12 Oktober 2002)

Ketika kegelapan berulah Senyap menyusupi celah-celah hati Menggores-menggaris Ada perih di sana Sedih? Aku tak ingin mengakui Hamparan deru angin senja makin lebar dan lapang Seperti aku bisa mendengar dan mengerti auman troposfer Gerimis pecah Seperti kaca berhamburan Berkecipak di antara cipratan air mata  dan gelenyar kecewa Aroma lumpur dan sedap malam naik meraupi mataku Kembang sepatu di belakang telingaku rontok  ----- sesobek dan sesobek

/Memetik Angin (Malang, Mei 2001)

Sobat Bagaimana? Mari kita minum kopi bersama Dan kunyah roti terakhir Sambil menatap bulan yang mengapung  di lengkungan langit Latar Ombo Berharap ia akan jatuh menimpa Tawamu keras sekali, Sobat Jangan bikin aku jadi sedih Banyak kegilaan yang aku temu bersamamu Kamu orang pertama yang tahu dan paham apa mauku Dan atas ketidakseimbanganku Karena kau sama weird -nya denganku Sama tengiknya Bahkan lebih Aku bangga telah mengenalmu Tawamu makin keras, Sobat Kau bikin aku makin sedih

Brown (Malang, 13 Februari 2006)

Karib yang ba’idku... Di suatu ketika Kala aku benar-benar gelap dan sendiri Di saat aku mempertanyakan Tuhan Di saat aku ditolak dunia: bahkan tembok pun membenciku... Di saat d é wala membeton ----- berdemarkasi antara aku dan orang-orang yang berlarian di sekitarku, selalu. Di saat aku masih selalu merasa asing di tengah sahabat yang mengitariku Saat aku merasa duri-duri enfer mengikat leherku dan cambuk-cambuk api mengejekku Saat nanah keluar dari mataku setiap harinya... You! Kamu datang memanggul ufuk baru bersama bagaskaranya dan senampan bintang-bintang. Memperkenalkanku pada alam dan cerita di luar pintu kamarku Kamu begitu berarti Hingga aku ingin jatuh cinta kepadamu Tapi aku tak bisa Di antara berbuntal kisah manis masa lalu, ada kamu di sana You were my brother,  still and always

Sekilas Saja (Malang, 2002)

Ketika mereka mabuk dan meludahi negara atas nama cinta dan air mata Dan sisa-sisa karbonasi tercecer di rumput mengiringi lelap kami Aku hanya bisa menatap dengan kepala kosong angkasa hitam memayungi kita Kemanusiaan yang bobrok dan tawa Tuhan menghantui setiap sudut langit

Melo (Malang, 06 Oktober 2002)

Ketika itu senja hampir surup Ada goresan-goresan membelah udara di atas sana Ketika itu hampir tak bersuara Ketika itu teriakan-teriakan dalam kepala hampir marak Jangan... jangan tumpahkan lagi air mata Meski oranye langit tak akan ada lagi Meski gerimis tak lagi senyap dan indah Meski es perlahan menutupi hatimu Akan kuiringi tenggelamnya masa dengan mata yang binar dengan mata yang cahaya Biar sesak itu makin meremukkan kita Lihatlah! Jejak-jejak makin hilang Saat menoleh ke belakang kau akan tahu kita sudah bukan kita