Langsung ke konten utama

Perbacaan (Malang, 16 Desember 2016)

Pas aku kecil di tahun '90-an pernah baca majalah Intisari terbitan tahun '80-an (yang nggak ngerti Intisari, ini semacam Rider Digest-nya Indonesia). Waktu itu dapet hibah dari saudara bertumpuk-tumpuk Intisari, TTS dan Majalah Kartini bekas.
Majalah Intisari ini kecil tapi bener-bener lengkap dan asyik dibaca. Seru. Segala macam topik dibahas, baik luar maupun dalam negeri. Artikel-artikel dan feature-nya bener-bener menarik. Dan cerdas. No hoax *eh. Pokoknya, setiap kali selesai membaca satu ekseplar Intisari mendadak intelegensia kita meningkat satu tingkat. Mendadak kita bisa ngomong tentang bermacam-macam hal. 
Nah, ada satu kolom di situ, kecil saja, yang suatu hari menampilkan suatu prediksi dari seorang peneliti Amerika. Si Amerika bilang, di masa depan orang tidak akan membeli majalah dan koran kertas lagi. Mereka akan membaca majalah dan koran elektronik berbentuk layar yang tidak perlu setiap hari beli karena berita akan disajikan melalui layar yang up to date otomatis. Gunarsih kecil tertawa. Ya nggak mungkin dong. Mengada-ada. Kalaupun bakal ada alat itu, hellooooo apa yang bisa menggantikan asyiknya membaca media kertas? Membolak-balik halaman itu semacam ngobat yang terberkahi. Itu nyandu loh.
Apa serunya membaca melalui sabak elektronik? Benda jelek berbentuk kotak yang tak ada seninya.
 
Etapi... semakin ke sini, prediksi itu semakin mendekati kenyataan.
Orang membaca berita di media online lewat handphone (termasuk aku)! Lewat tab!
Koran dan majalah semakin tidak laku!

Kapan hari aku mengunduh iJakarta dan membaca e-booknya. Ada perasaan semacam aku ini seorang pengkhianat. Aku membaca buku elekronik bok!
Tapi memang praktis dan mudah.
Dan terasa modern.
Sedikit eksotis.

Apakah 1000 tahun lagi media kertas masih berproduksi?

Ataukah akan ada masanya umat manusia di masa depan akan mendatangi museum dan tour guide-nya akan berkata, "Nah adik-adik, dulu nenek moyang kita membaca lewat benda ini. Ini namanya koran. Koran berisi berita. Kalau ini majalah. Iya, ini bentuk awal majalah. Ya... mirip buku-buku tua itu. Isinya sama saja seperti yang kita baca lewat handphone ya... dst... dst.." --- Persis seperti Fifty Cent saat meng-host di MTV, "Ini kaset. Dulu orang mendengarkan lagu lewat ini,"***

Postingan populer dari blog ini

/Yang Pulang (Malang, 11 Nov 2012)

,,, dan marilah kita menyanyikan Imagine milik Lennon. Aku akan berdo'a bagi terbitnya bintang pink di akhir,, dan semua dari kita akan pulang ke pari yang putih,, Kita merindukan cahaya itu, tidakkah kita?,,,

Sonsesita (Mlg)

1. Letucce menyukai lagu itu Sering memutarnya mengiringi workout Pernah bertanya pada Kemangi Apakah dia tahu judul itu Apakah dia tahu penyanyi itu Kemangi bilang tidak "Tapi rasanya pernah dengar," Suaranya mirip penyanyi masyhur ibu kota Diam-diam, Kemangi menambahannya di playlist Diam-diam, Kemangi belajar menyukai lagu itu 2. Masih terpaku Kemangi menatap undangan digital itu Berusaha menahan perasaan Ada lagu keramat itu Perut Kemangi terasa diaduk-aduk, setiap slide berganti slide L mengiringi portofolio perjalanan kisah kasih Letucce dan Marigold Dengan air mata menggenang Kemangi menghapus like lagu itu Menghapus dari playlist 3. Cafe masih ramai Di larut yang menjelang Kemangi meminum tehnya Lagu sialan itu menggema, merambat dari belakang cafe Kemangi mengumpat dalam hati Marigold tercetus "Ini lagu nikahku," Kemangi berdehem "Letucce sudah pernah share kan pasti?" Kemangi manggut-manggut "Ya. Di grup," Fak.